Aku bertemu perempuan-perempuan yang mengajarkanku tentang hidup dan bagaimana cara bertahan di dalamnya. Mereka adalah ibuku, dan dia.. Dan barusan saja, dia dengan semena-mena membuatku khawatir. Membuatku semakin merasa bersalah karena tidak berada di sampingnya.
Meski kuat, tapi aku memaklumi, jika dia merasa... kesendirian lebih baik. "...pada akhirnya kita akan sendiri, tak berguna terlalu bergantung pada orang tua atau teman, tak berguna terlalu takut kehilangan seseorang...", begitu ia bilang... Ya, aku tahu itu. Karena pernah juga merasakannya.
Ah, dan aku yang begitu drama, selalu menjadi seperti ini ketika jauh darinya. Dia selalu sukses membuatku berkata..aku seharusnya tak pergi. Kenapa. Entahlah. Padahal, belum lama kami bersama. Dua tahun, bagiku waktu yang singkat, sebuah rekor untuk menjalin keterikatan seerat ini. Hmmm... jika kuulur lagi ke belakang, mungkin bisa cukup menjelaskan, aku mengenalnya, seperti mengenal ibuku waktu muda.
Aku menemukan keistimewaan jiwa manusia dari seorang perempuan. Selalu dari seorang perempuan. Kelemahan fisiknya, yang dipadu dengan ketegaran dan kemampuannya bertahan yang kupikir bisa melebihi seorang pria, membuatku belajar, bahwa inilah kehidupan yang mesti kami hidupi. Jika pria kuat karena fisiknya, maka perempuan kuat karena kesabarannya. Air mata yang sebagian menganggapnya sebagai bentuk kelemahan, ku pikir, itu bagian dari senjata kami untuk meluruhkan sebagian beban di pundak kami. Terkadang cukup dengan itu, untuk beberapa masalah, lalu menghilang dan kembali seperti semula.
Aku pun tak tahu. Kenapa Tuhan menunjukkan kekuatan bertahan itu dalam diri seorang perempuan, sedangkan dari pria, aku belum pernah melihatnya. Bukan maksud meremehkan, hanya saja, apa yang terjadi di sekitarku yang menjadi dasarnya. Dan kebanyakan, justru prialah yang membuat banyak permasalahan bagi perempuan. Lalu, perempuan-perempuan yang kutemui ini belajar bertahan menghadapi masalahnya, dan, mengajariku.
Meski begitu, tak jarang pula mereka mengeluh, seperti yang barusaja terjadi. Tapi aku percaya, itu hanya sementara. Jika berhasil, itu semua akan menjadi bekal yang cukup untuk menjalani masa depan, dikala masalah akan semakin rumit, sesuai zamannya. Aku bilang, tak semua orang mempunyai kesempatan sepertinya. Ia diuji sedemikian rupa olehNya. Bisa jadi, orang yang hidupnya lurus-lurus saja, ketika diuji , menjadi gampang menyerah, karena tidak pernah mengalami ujian sedemikian rupa seperti yang dialami olehnya.
Seperti aku, mungkin. Yang memang tak pernah mengalami apa yang dia dan ibuku pernah alami. Tapi, bukan berarti aku tak punya kesempatan untuk belajar. Mungkin itu alasannya, Tuhan mengirimkan mereka padaku. Perempuan-perempuan hebat itu mengajariku kehidupan dari kehidupan mereka. Tak perlu banyak kata, cukup melihat, mendengar, dan ikut merasakan. Lalu belajar, bertahan, belajar, bertahan, belajar bertahan.
Selanjutnya, aku berdoa, jika Tuhan berkenan, aku ingin selalu bisa membahagiakan mereka. Tolong ingatkan jika aku mulai lupa. Maka, ini kutulis disini, agar kau bisa tahu dan mengerti, juga mengingatkanku suatu saat nanti.
Dan semoga kau juga bisa belajar, bagaimana cara kami bertahan..-_-