Kita, selalu diajari untuk meratap ketika kedukaan menyergap. Semua, entah cerita, berita, atau khayalan sekalipun. Akibatnya, kita seringkali gagap saat menghadapi kenyataan. Akal kita menjadi tumpul, apalagi untuk mencari solusi. Sampai akhirnya kita sadar bahwa semua sudah terlambat. Lalu penyesalan, selalu menjadi akhir yang menjelma sebagai momok menakutkan.
Manusia, cenderung bangga dengan kesengsaraannya. Ia menikmati ketika dipahami bahwa hidup boleh sejenak ditangisi. Ia menjadi lalai akan kenyataan bahwa sudah menunggu kedukaan yang jauh lebih besar, dan ia belum siap benar. Lalu siklus kehidupan yang membelenggu terus menerus menariknya masuk kumparan kesedihan dan penderitaan. Hingga tiba pada satu titik kulminasi yang membuatnya menyadari bahwa hidup terlalu singkat, dan ia, selalu terlambat !
#terinspirasi dari drama televisi a.k.a sinetron yang senantiasa mengajak kita untuk menangis, menangis, dan menangis,. -_-'
2 komentar:
Is-nya kita simpen aja, Qis, menangnya aja yang kita pake =D
Iya, sekali2 nangis2 boleh, bahkan perlu, asal kita tau kapan berentinya.
Setuju dah sama posting ini =D
setuju juga (banget) sama komennya...:)
karena Tuhan ngasih air mata buat kita boleh menangis ya mba dea..dan Tuhan ngasih kita mata bengkak abis nangis supaya gak kelamaan nangisnya..X)
Posting Komentar