riuh itu kembali datang..
dalam wangi bunga, dalam romansa asmara..
menyibak pagi dingin, meluruhkan kabut di udara..
menggugurkan dedaun kering, mengindahkan jalanan..
mengisap debu di tengah kota yang sesak..
mengecup manis langit yang menaungi lautan kata..
tapi ia mencekat
tapi ia menjerat...
tapi,
kosong ini tetap tak beranjak
ia semakin tak bergerak
baik seinci, bahkan sedepa
ia tetap menjadi ruang yang menganga
ia sediakan udara untuk tertawa saat luka, untuk menangis saat bahagia
ia hadirkan malam ketika siang menjejak penat dalam jiwa
ia tetap berdebu, untuk gantikan air membasuh raga
ia tetap menunggu..
kosong ini masih rindu pada peri
peri-peri imaji yang setia menemani, kala gelap, kala matahari enggan menetap
ia tetap rindu pada hujan..
yang rintiknya menantang, yang derasnya menghujam
ia tetap (kembali) ingin menepi...
pada sudut yang tertinggal.. pada jarak yang lengang..
keriuhan yang tak berjeda..
bahkan untuk sekadar menghela napas
ia bertubi, menghajar hingga habis kenangan..
dan meninggalkan beribu jejak hanya pada satu jengkal langkah
dan menghempas haru yang tersedak..hingga gagal melepas lelah
hingga tak mengerti apa yang salah
dan dimana yang benar
ia begitu kelabu, dibalik warna pelangi yang terpantul saat cahaya menyapa
tapi jatuh terduduk saat mimpi terbang tinggi
hingga lemas limbung ketika cerita berkata
sekali lagi, ia tak mengerti
dimana yang salah
dan apa yang benar..
yang ia tahu...
ia hanya sedang berjalan di sesaknya jalanan
dalam pesona manusia berjejalan..
meraup mimpi, berpesta emosi
ia hanya mencoba bertahan
pada teriakan yang menggoda dan bisikan pemuja
ia mencoba hapuskan getir saat melangkah..
ia terpejam..
ia tak mendengar..
ia merasa..
hanya merasa..
dan mencoba bicara saat bungkam menyesakkan..
meski lagi-lagi tak pernah terjawab
apa yang salah dan dimana yang benar
mungkin harusnya hanya tak ada..
hingga tanya tiada,.
ah.